KEUTAMAAN SYAHADAT DALAM ISLAM
Islam mempunyai lima rukun yang harus melekat pada diri setiap muslim/mah. Rukun Islam ini dinyatakan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yakni ketika beliau ditanya oleh malaikat Jibril tentang arti Islam, yaitu:
- Syahadat La Ilaha Illalloh dan Muhammad Rosululloh,
- Mendirikan sholat,
- Menunaikan (membayar) zakat,
- Shoum (puasa) di bulan Ramadhan,
- Pergi haji bila mampu.
Rosululloh Shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً
“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi selain Alloh dan Muhammad adalah rosul-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, shoum di bulan Romadhon dan pergi haji jika engkau mampu (melakukan perjalanan).” (HR. Muslim No. 8, Abu Dawud No. 4695, Tirmidzi No. 2610, Ibnu Majah No. 63 dan Nasa’i No. 5005)
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رضي الله عنهما، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهُ صلي الله عليه وسلم يَقُوْلُ: بُنِيَ الإِسْلَامُ عَلَي خَمْسٍ: شَهَادَةِ انْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلَاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ الْبَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
Dari Abu Abdirrahman Abdulloh bin Umar bin al-Khoththob , ia mengatakan, “Aku mendengar Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Islam dibangun atas lima perkara: persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Alloh dan bahwa Muhammad adalah utusan Alloh, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berhaji ke Baitulloh, dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Keagungan (keutamaan) Syahadat
Tentang keagungan dan keutamaannya yang besar, dapat kita selami dari penjelasan berikut:
- Syahadat Laa ilaaha illalloh (tauhid) merupakan tujuan penciptaan manusia.
Alloh berfirman:
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku saja.” [QS. adz-Dzariyat (51): 56]
Arti dari لِيَعْبُدُونِ (supaya mereka beribadah kepada-Ku saja) adalah لِيُوَحِّدُوْنَ (supaya mereka mentauhidkan-Ku).
- Syahadat merupakan rukun Islam yang paling agung
Rosululloh Shallallahu ‘alihi wa sallam bersabda:
اَلإِسْلاَمُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكاَةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ إِنِ اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيْلاً
“Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak diibadahi selain Alloh dan Muhammad adalah rosul-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, shoum di bulan Romadhon dan pergi haji jika engkau mampu (melakukan perjalanan).” (HR. Muslim No. 8, Abu Dawud No. 4695, Tirmidzi No. 2610, Ibnu Majah No. 63 dan Nasa’i No. 5005)
- Alam semesta tegak di atas tauhid Laa ilaaha illalloh.
لَوۡ كَانَ فِيهِمَآ ءَالِهَةٌ إِلَّا ٱللَّهُ لَفَسَدَتَاۚ فَسُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ رَبِّ ٱلۡعَرۡشِ عَمَّا يَصِفُونَ ٢٢
“Sekiranya ada di langit dan di bumi ilah-ilah selain Alloh, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Alloh yang mempunyai ‘arsy (singgasana) dari apa yang mereka sifatkan.” [QS. al-Anbiyâ’ (21): 22]
- Siapa yang berbuat syirik dan meninggalkan tauhid, maka akan kekal di neraka.
لَقَدۡ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلۡمَسِيحُ ٱبۡنُ مَرۡيَمَۖ وَقَالَ ٱلۡمَسِيحُ يَٰبَنِيٓ إِسۡرَٰٓءِيلَ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمۡۖ إِنَّهُۥ مَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٖ ٧٢
“Sesungguhnya siapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Alloh, niscaya Alloh mengharamkan baginya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zolim itu seorang penolong pun.” [QS. al-Mâ’idah (5): 72]
- Alloh SWT tidak mengampuni dosa syirik, bila pelakunya mati sebelum bertaubat.
Keagungan syahadat Laa ilaaha illalloh juga bisa dilihat dari keburukan lawannya (kesyirikan).
Alloh SWT berfirman,
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ وَمَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱفۡتَرَىٰٓ إِثۡمًا عَظِيمًا ٤٨
“Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutu-kan Alloh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [QS. an-Nisâ’ (4): 48]
- Siapa yang memegang teguh syahadat dan tidak berbuat syirik, pada akhirnya akan masuk surga, sebesar apapun dosanya.
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seorang laki-laki dari umatku dipanggil di hadapan para makhluk pada hari kiamat. Kemudian ditampakkan kepadanya sembilan puluh sembilan lembar catatan (amal perbuatan). Setiap lembarnya sejauh mata memandang. Kemudian dikatakan padanya: ‘Apakah engkau mengingkari ini?’. Ia berkata: ‘Tidak, wahai Robb!’. Lalu dikatakan: ‘Apakah engkau memiliki suatu kebaikan?’. Maka laki-laki itupun tertunduk karena haibah (keagungan Alloh) sambil berkata: ‘Tidak wahai Robb!’. Maka dikatakan: ‘Tidak demikian. Karena engkau masih memiliki kebaikan di sisi Kami, dan kamu tidak akan dizolimi!’. Maka dikeluarkan untuknya sebuah bithoqoh (kartu amal) yang di dalamnya ada kesaksian ‘Asyhadu an Lâ Ilâha illalloh wa Asyhadu anna Muhammadar Rosûlulloh . Maka orang itu berkata: ‘Wahai Robbku, apakah artinya bhitoqoh seperti ini?’. Maka dikatakan kepadanya: ‘Kamu pada hari ini tidak akan dizolimi.’ Kemudian sembilan puluh sembilan lembar catatan tersebut diletakkan dalam satu sisi timbangan dan dalam sisi yang lain, maka bhitoqoh itupun lebih berat.” (HR. Tirmidzi dan Hâkim)
- Tauhid merupakan sebab utama terhapusnya dosa-dosa.
Dalam hadits Qudsi, Alloh SWT berfirman:
((يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطاَياَ ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكْ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً ))
“Wahai anak cucu Adam, seandainya engkau datang menemui-Ku dengan membawa kesalahan (dosa) sepenuh bumi namun dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatupun (tidak syirik kepada-Ku), niscaya Aku akan menemuimu dengan membawa magfiroh (ampunan) sepenuh bumi pula!” (HR. Tirmidzi)
- Barangsiapa yang tauhidnya tidak tercemar dengan kesyirikan sedikitpun maka dia termasuk orang-orang yang mendapat hidayah dan keamanan dari Alloh SWT.
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَلَمۡ يَلۡبِسُوٓاْ إِيمَٰنَهُم بِظُلۡمٍ أُوْلَٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلۡأَمۡنُ وَهُم مُّهۡتَدُونَ ٨٢
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencemari keimanan mereka dengan kesyirikan, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan hidayah.” [QS. al-An’am (6): 82]
- Syahadat Laa ilaaha illalloh adalah hak Alloh SWT yang paling besar.
Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu:
(( يَا مُعَاذُ أتَدْرِي ما حَقُّ اللهِ عَلَى العِبَادِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ))
“Wahai Muadz, tahukah engkau, apakah hak Alloh atas para hamba-Nya dan apa hak para hamba atas Alloh?’ Maka Mu’adz menjawab: ‘Alloh dan Rosul-Nya yang lebih tahu.’ Lalu beliau bersabda: ‘Hak Alloh atas para hamba-Nya adalah hendaknya mereka menyembah kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya, sedangkan hak para hamba terhadap Alloh adalah bahwa Dia tidak akan menyiksa siapa saja yang tidak menyekutukan-Nya’.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Begitu besarnya hak Alloh atas hambaNya, maka yang pertama kali diserukan oleh para nabi kepada kaumnya adalah tauhid ataupun laa ilaaha illallah.
Alloh SWT berfirman:
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ..
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Alloh (saja), dan jauhilah Thoghut itu’…” [QS. an-Nahl (16): 36]
Tentang Nabi Nuh ‘alaihissalam Alloh SWT berfirman:
لَقَدۡ أَرۡسَلۡنَا نُوحًا إِلَىٰ قَوۡمِهِۦ فَقَالَ يَٰقَوۡمِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مَا لَكُم مِّنۡ إِلَٰهٍ غَيۡرُهُۥٓ إِنِّيٓ أَخَافُ عَلَيۡكُمۡ عَذَابَ يَوۡمٍ عَظِيمٖ ٥٩
“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: “Wahai kaumku sembahlah Alloh, sekali-kali tidak ada ilah bagi kalian selain-Nya.” Sesungguhnya aku takut jika kalian ditimpa azab pada hari yang besar (kiamat).” [QS. al-A’rof (7): 59]
Demikian pula para nabi dan rosul-Nya yang lain, yang pertama kali mereka serukan adalah tauhid.
Dari paparan di atas, sangat jelas sekali demikian agung dan pentingnya kedudukan syahadat laa ilaaha illallah dalam Islam dan demikian sangat berbahaya pelanggarannya, yaitu syirik. Bahkan seluruh ritual peribadatan dalam Islam adalah realisasi dari syahadat laa ilaaha illallah itu sendiri, dan tujuannya pun harus murni karena Alloh!
Jika tidak demikian, maka sia-sialah seluruh peribadatan tersebut! Na’udzubillah!
Agar Syahadat Kita Memberi Manfaat Untuk Pelakunya
Syahadat Laa ilaaha illallah harus terpenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunya
Rukun Syahadatain
- Rukun ( لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ) “Laa ilaaha illallah”
Laa ilaaha illallah ( لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ) mempunyai dua rukun:
An-Nafyu atau peniadaan: “Laa ilaha” meniadakan syirik dengan segala bentuknya dan mewajibkan kufur terhadap segala apa yang disembah selain Allah.
Al-Itsbat (penetapan): “illallah” menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan mewajibkan pengamalan sesuai dengan konsekuensinya.
Makna dua rukun ini banyak disebut dalam ayat Al-Qur’an, di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَا
“Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat …” [Al-Baqarah/2 : 256]
Firman Allah, “Siapa yang ingkar kepada thaghut” itu adalah makna dari “Laa ilaha” rukun yang pertama. Sedangkan firman Allah, “dan beriman kepada Allah” adalah makna dari rukun kedua, “illallah”. Begitu pula firman Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi Ibrahim alaihis salam:
اِنَّنِيْ بَرَاۤءٌ مِّمَّا تَعْبُدُوْنَۙ – اِلَّا الَّذِيْ فَطَرَنِيْ
“Sesungguhnya aku berlepas diri terhadap apa yang kamu sembah, tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku …”. [Az-Zukhruf/43 : 26-27]
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala , “Sesungguhnya aku berlepas diri” ini adalah makna nafyu (peniadaan) dalam rukun pertama. Sedangkan perkataan, “Tetapi (aku menyembah) Tuhan yang menjadikanku”, adalah makna itsbat (penetapan) pada rukun kedua.
Rukun Syahadat “Muhammad Rasulullah”
Syahadat ini juga mempunyai dua rukun, yaitu kalimat “‘abduhu wa rasuluh” (hamba dan utusanNya). Dua rukun ini menafikan ifrath (berlebih-lebihan) dan tafrith (meremehkan) pada hak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau adalah hamba dan rasulNya. Beliau adalah makhluk yang paling sempurna dalam dua sifat yang mulia ini, di sini artinya hamba yang menyembah. Maksudnya, beliau adalah manusia yang diciptakan dari bahan yang sama dengan bahan ciptaan manusia lainnya. Juga berlaku atasnya apa yang berlaku atas orang lain.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
قُلْ اِنَّمَآ اَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, …’.” [Al-Kahfi/18 : 110]
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْٓ اَنْزَلَ عَلٰى عَبْدِهِ الْكِتٰبَ
“Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur’an) …”[Al-Kahfi/18 : 1]
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ
“Mahasuci Allah, yang telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram …” [Al-Isra/17 : 1]
Sedangkan rasul artinya, orang yang diutus kepada seluruh manusia dengan misi dakwah kepada Allah sebagai basyir (pemberi kabar gembira) dan nadzir (pemberi peringatan).
Syarat-syarat La Ilaha IllAlloh adalah:
1) al-‘Ilmu (ilmu atau pengetahuan tentang arti La Ilaha IllAlloh):
Pengetahuan tentang arti La Ilaha IllAlloh adalah hal utama bagi seseorang yang bersaksi atas syahadat tersebut. Tanpa mengetahui artinya, syahadat tersebut tidak akan berarti baginya. Arti yang wajib diketahui bagi seseorang yang bersyahadat adalah arti global. Sedangkan arti detail, perlu dipelajari terus untuk menambah keimanan seseorang dan mencegahnya dari terjatuh kepada lawan syahadat tersebut, yaitu kesyirikan.
فَٱعۡلَمۡ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لِذَنۢبِكَ وَلِلۡمُؤۡمِنِينَ وَٱلۡمُؤۡمِنَٰتِۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مُتَقَلَّبَكُمۡ وَمَثۡوَىٰكُمۡ ١٩
“Maka ketahuilah bahwa tiada sesembahan (yang haq) selain Alloh.” QS. Muhammad (47): 19
وَلَا يَمۡلِكُ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ مِن دُونِهِ ٱلشَّفَٰعَةَ إِلَّا مَن شَهِدَ بِٱلۡحَقِّ وَهُمۡ يَعۡلَمُونَ ٨٦
“…akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa’at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka mengetahui(nya).” QS. az-Zukhruf (43): 86
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ دَخَلَ الْجَنَّةَ ))
“Barangsiapa yang meninggal dunia dan mengeta-hui bahwa tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) kecuali Alloh, niscaya dia akan masuk jannah.” (HR. Muslim No. 38 dan Ahmad No. 434)
2) al-Yaqin (keyakinan tentang kebenaran syahadahnya):
Seseorang yang bersaksi La Ilaha IllAlloh dan di hatinya meragukan kebenaran syahadat ini, maka syahadatnya tidak akan diterima.
إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ ثُمَّ لَمۡ يَرۡتَابُواْ وَجَٰهَدُواْ بِأَمۡوَٰلِهِمۡ وَأَنفُسِهِمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۚ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلصَّٰدِقُونَ ١٥
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanya-lah orang-orang yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Alloh, mereka itulah orang-orang yang benar.” QS. al-Hujurat (49): 15
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( مَنْ لَقِيْتَ مِنْ وَرَاءِ هَذَا الْحَائِطِ يَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ مُسْتَيْقِنًا بِهَا قَلْبُهُ فَبَشِّرْهُ بِالْجَنَّةِ ))
“Barangsiapa yang berjumpa denganmu dari balik dinding ini dan dia bersaksi bahwa tidak ada Ilah (yang berhak diibadahi) selain Alloh, dan meyakini dengan hatinya, maka berilah kabar gembira bahwa dia akan masuk jannah.” (HR. Muslim No. 46)
3) al-Inqiyad (tunduk melaksanakan kandungannya):
Syahadat mempunyai berbagai tuntutan dan kandungan yang harus dilaksanakan sebagai konsekuensi dari keimanan kita kepadanya. Terhadap berbagai tuntutan dan kandungan tersebut, kita harus tunduk kepadanya, lahir dan batin.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ٢٧٨
“Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah ka-lian pada Alloh serta jauhkanlah diri kalian dari perbuatan riba jika kalian benar-benar orang-orang mukmin.” (QS. al-Baqoroh (2): 278)
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا ٥٩
“Wahai orang-orang yang beriman, ta’atilah Alloh dan Rosul-Nya dan ulil amri di antara kalian. Jika kalian bersengketa tentang suatu hal maka kemba-likanlah hu-kumnya kepada Alloh (al-Qur’an) dan Rosul (Sunnah-nya) jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (QS. an-Nisa’ (4): 59)
4) al-Qabul (menerima, tidak menolak kandungan-kandungannya):
Syahadat tidak diterima dari seseorang yang menerima sebagian kandungan dan menolak sebagian lagi. Seperti halnya orang-orang murtad di Jazirah Arab ketika Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dunia, mereka menerima seluruh ajaran Islam kecuali zakat. Maka mereka pun diperangi Abu Bakar sebagai orang-orang yang keluar dari agama.
.. أَفَتُؤۡمِنُونَ بِبَعۡضِ ٱلۡكِتَٰبِ وَتَكۡفُرُونَ بِبَعۡضٖۚ فَمَا جَزَآءُ مَن يَفۡعَلُ ذَٰلِكَ مِنكُمۡ إِلَّا خِزۡيٞ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يُرَدُّونَ إِلَىٰٓ أَشَدِّ ٱلۡعَذَابِۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا تَعۡمَلُونَ ٨٥
“..Apakah kalian beriman kepada sebagian dari al-Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tia-dalah balasan bagi orang yang berbuat demikian dari pada kalian, melainkan kenistaan dalam kehidupan du-nia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Alloh tidak lengah dari apa yang kalian perbuat.” (QS.Al Baqoroh (2): 85)
5) al-Ikhlash (bersyahadat dan melaksanakan isinya hanya demi Alloh SWT).
Artinya bahwa seseorang bersyahadat harus hanya karena Alloh SWT dan tidak mengharapkan apapun dari siapa pun juga, selain Alloh SWT.
وَمَآ أُمِرُوٓاْ إِلَّا لِيَعۡبُدُواْ ٱللَّهَ مُخۡلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤۡتُواْ ٱلزَّكَوٰةَۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلۡقَيِّمَةِ ٥
“Mereka tidak diperintahkan kecuali beribadah kepada Alloh dengan mengikhlaskan agama bagi-Nya.” (QS. al-Bayyinah (98): 5)
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي مَنْ قَالَ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبهِ ))
“Manusia yang paling berbahagia dengan syafa’atku adalah orang yang mengucapkan La Ilaha IllAlloh dengan tulus ikhlas dari hatinya.” (HR. Bukhori No. 97 dan Ahmad No. 8503)
6) ash-Shidq (jujur):
Yang dimaksud dengan jujur adalah bahwa syahadat yang diucapkan benar-benar meresap di dalam hati, bukan hanya di mulut saja.
الٓمٓ ١ أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ ٢ وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٣
“Alif lam mim.. Adakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiar-kan saja berkata: kami telah beriman, tanpa mereka diuji. Sesungguhnya Kami telah uji orang-orang yang sebelum mereka, supaya Alloh mengetahui mereka yang jujur dan mereka yang dusta.” (QS. al-‘Ankabut (29): 1-3)
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( مَنْ قَالَ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ صَادِقًا مِنْ قَلْبِهِ دَخَلَ الْجَنَّةَ ))
“Barangsiapa mengucapkan La Ilaha IllAlloh dengan jujur dari hatinya, niscaya dia masuk surga.” (HR. Bukhori No. 125, Muslim No. 47 dan Ahmad No. 11882)
7) al-Mahabbah (kecintaan):
Seseorang yang bersyahadat harus mencintai syahadat tersebut dan mencintai orang-orang yang bersyahadat lain-nya. Harus memberikan al-wala’ dan al-baro’ atas dasar syahadatnya tersebut. Yaitu berwala’ kepada ahli La Ilaha IllAlloh dan berbaro’ kepada musuh-musuh La Ilaha IllAlloh.
وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادٗا يُحِبُّونَهُمۡ كَحُبِّ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَشَدُّ حُبّٗا لِّلَّهِۗ .. ١٦٥
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah Adapun orang-orang yang beriman amat cinta ke-pada Alloh..” (QS. al-Baqoroh (2): 165)
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(( أَوْثَقُ عُرَي اْلإِيْمَانِ اَلْحُبُّ فِي اللهِ وَاْلبُغْضُ فِي اللهِ ))
“Ikatan iman yang paling kuat adalah mencintai karena Alloh dan membenci karena-Nya pula.” (HR. Ahmad No. 17793)
Konsekuensi Syahadat Muhammad Rasulullah
Para ulama menyimpulkan, setidaknya ada empat perkara yang merupakan konsekuensi dari (persaksian) syahadat Muhammad Rasulullah, berikut uraiannya secara ringkas:
- طَاعَتُهُ فِيْمَا أَمَرَ (Menaati semua yang beliau perintahkan).
Allah Azza wa Jalla telah menetapkan wajibnya taat kepada Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- di dalam Al-Qur’an dalam banyak ayat dan juga dalam sunnah Rasul-Nya. Bahkan Allah menggandengkan ketaatan kepada-Nya dengan ketaatan kepada Rasul-Nya di dalam banyak ayat, di antaranya adalah dalam surah Al-Anfal ayat 1,
..وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ١
“Ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Anfal: 1)
Juga di dalam surah Al-Anfal ayat 20,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَوَلَّوۡاْ عَنۡهُ وَأَنتُمۡ تَسۡمَعُونَ ٢٠
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian berpaling daripada-Nya, sedang kalian mendengar (perintah-perintah-Nya)”.
Karenanya barangsiapa yang taat kepada Rasulullah berarti dia telah taat kepada Allah, dan dia pantas untuk mendapatkan keutamaan berupa surga. Tapi barangsiapa yang bermaksiat kepada Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- maka sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Allah, dan tempatnya adalah neraka. Allah Ta’ala berfirman dalam surah An-Nisa` ayat 13-14,
تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِۚ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ يُدۡخِلۡهُ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ وَذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ ١٣ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدۡخِلۡهُ نَارًا خَٰلِدٗا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٞ مُّهِينٞ ١٤
“Siapa yang ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan memasukkannya kedalam surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang sangat besar”.“Siapa yang maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya dan melampaui batasan-batasan-Nya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka, kekal didalamnya dan baginya adzab yang menghinakan”.
Dalam hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- bersabda,
كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الجَنَّة إِلَّا مَنْ أَبَآ، قَالَ: يَارَسُولَ الله وَمَنْ يَأْبَا، قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الجَنَّةِ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَآ
“Semua ummatku akan masuk surga kecuali yang tidak mau, para sahabat bertanya : “wahai Rasulullah siapakah yang tidak mau ?” Rasulullah menjawab : “siapa yang ta’at kepadaku maka dia masuk surga, siapa yang maksiat kepadaku, maka sesungguhnya dia tidak mau”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dan dalam hadits Jabir bin Abdillah yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari disebutkan,
“Siapa yang mentaati Muhammad shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, maka dia telah mentaati Allah dan siapa yang maksiat kepada Muhammad shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam maka sesungguhnya dia telah maksiat kepada Allah”.
- وَتَصْدِيْقُهُ فِيْمَا أَخْبَرَ (Membenarkan semua perkara yang beliau kabarkan).
Sebab sesungguhnya apa yang beliau bawa semuanya adalah kebenaran, karena merupakan wahyu dari Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surah An-Najm ayat 3-4,
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ٣ إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ ٤
“Dan dia tidak berbicara dari hawa nafsunya, kecuali itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya”.
Juga firman Allah dalam surah Az-Zumar ayat 33,
وَٱلَّذِي جَآءَ بِٱلصِّدۡقِ وَصَدَّقَ بِهِۦٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ ٣٣
“Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.
Dan para Ulama telah bersepakat bahwa para rasul seluruhnya ma’shum terjaga dari dosa-dosa besar, dan termasuk di dalamnya berkata dusta. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata dalam A-Aqidah Al-Wasithiah, “Kemudian rasul-rasul yang benar dan dibenarkan”.
- وَاجْتِنَابُ مَانَهَي عَنْهُ وَزَجَرَ (Menjauhi semua beliau larang dan beliau peringatkan).
Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Hasyr ayat 7,
.. وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٧
“Dan apa yang Rasululah datangkan kepada kalian maka ambillah dan apa yang dilarang kepada kalian darinya maka jauhilah dan bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya”.
Juga sabda Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhari dan Muslim, “Dan jika saya melarang dari kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan jika saya perintahkan kalian dan sesuatu maka datangkanlah sesuai kemampuan kalian”.
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ary yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, “Sesungguhnya perumpamaan aku dan perumpumaan apa yang Allah mengutus aku dengannya seperti seseorang yang mendatangi suatu kaum, kemudian berkata : ”wahai kaumku sesungguhnya saya melihat pasukan dengan kedua mataku dan sesungguhnya saya adalah an-nadzir al-’uryan maka sekelompok dari kaumnya menta’atinya maka mereka bergegas berjalan dimalam hari dengan kehati-hatian maka mereka selamat dan sekelompok dari mereka mendustakannya, maka mereka tetap ditempatnya, maka pasukan itu menyerangnya diwaktu subuh, menghancurkannya dan membinasakannya, yang demikian itu perumpamaan orang yang menta’atiku dan mengikuti apa yang aku datangkan dengannya, dan perumpamaan orang yang maksiat kepadaku dan mendustakan apa yang aku datangkan dengannya dari kebenaran”.
An-nadzir al-’uryan adalah perumpamaan yang dipakai oleh orang-orang Arab untuk menunjukkan benarnya yang ia sampaikan.
- وَأَنْ لَا يُعْبَدَ اللهُ إِلَّا بِمَا شَرَعَ (Tidak menyembah Allah Azza wa Jalla kecuali dengan apa yang beliau syari’atkan).
أَنَّ اللهَ خَلَقَنَا وَرَزَقَنَا وَلَمْ يَتْرُكْنَا هَمَلًا بَلْ أَرْسَلَ إِلَيْنَا رَسُوْلًا
Allah Ta’ala telah menciptakan kita dan memberikan rezeki kepada kita, lalu Dia tidak membiarkan kita tercipta begitu saja. Akan tetapi Allah mengutus seorang rasul kepada kita untuk menerangkan bagaimana setiap hamba menyembah Pencipta-Nya. Karenanya Allah tidak boleh disembah dengan bid’ah, tidak pula dengan hawa nafsu, adat istiadat, kebiasaan, mimpi-mimpi, perasaan atau anggapan-anggapan yang ia pandang baik. Karena sesungguhnya asal dari ibadah itu adalah syari’at, sehingga akan dikatakan ibadah tatkala sesuatu itu disyari’atkan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam surah Al-Kahfi ayat 110,
..فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا ١١٠
“Maka siapa yang berharap untuk bertemu dengan Tuhannya maka hendaklah ia beramal yang shaleh”.
Para ulama menafsirkan bahwa amal yang shaleh di sini adalah amalan yang sesuai dengan syari’at Allah.
Disusun oleh: Anas Abdillah, S.Ud