Bagikan ini :

Konsekuensi Syahadat Muhammad Rasulullah

Para ulama menyimpulkan, setidaknya ada empat perkara yang merupakan konsekuensi dari (persaksian) syahadat Muhammad Rasulullah, berikut uraiannya secara ringkas:

  1. طَاعَتُهُ فِيْمَا أَمَرَ (Menaati semua yang beliau perintahkan).

Allah Azza wa Jalla telah menetapkan wajibnya taat kepada Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- di dalam Al-Qur’an dalam banyak ayat dan juga dalam sunnah Rasul-Nya. Bahkan Allah menggandengkan ketaatan kepada-Nya dengan ketaatan kepada Rasul-Nya di dalam banyak ayat, di antaranya adalah dalam surah Al-Anfal ayat 1,

..وَأَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ ١

Ta’atlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian benar-benar orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Anfal: 1)

Juga di dalam surah Al-Anfal ayat 20, 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَلَا تَوَلَّوۡاْ عَنۡهُ وَأَنتُمۡ تَسۡمَعُونَ ٢٠

Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian berpaling daripada-Nya, sedang kalian mendengar (perintah-perintah-Nya)”.

Karenanya barangsiapa yang taat kepada Rasulullah berarti dia telah taat kepada Allah, dan dia pantas untuk mendapatkan keutamaan berupa surga. Tapi barangsiapa yang bermaksiat kepada Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- maka sesungguhnya dia telah bermaksiat kepada Allah, dan tempatnya adalah neraka. Allah Ta’ala berfirman dalam surah An-Nisa` ayat 13-14,

تِلۡكَ حُدُودُ ٱللَّهِۚ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ يُدۡخِلۡهُ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَاۚ وَذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ ١٣ وَمَن يَعۡصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُۥ يُدۡخِلۡهُ نَارًا خَٰلِدٗا فِيهَا وَلَهُۥ عَذَابٞ مُّهِينٞ ١٤

Siapa yang ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan memasukkannya kedalam surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka kekal didalamnya dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang sangat besar”.“Siapa yang maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya dan melampaui batasan-batasan-Nya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka, kekal didalamnya dan baginya adzab yang menghinakan”.

Dalam hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- bersabda,

كُلُّ أُمَّتِي يَدْخُلُونَ الجَنَّة إِلَّا مَنْ أَبَآ، قَالَ: يَارَسُولَ الله وَمَنْ يَأْبَا، قَالَ: مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الجَنَّةِ وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَآ

“Semua ummatku akan masuk surga kecuali yang tidak mau, para sahabat bertanya : “wahai Rasulullah siapakah yang tidak mau ?” Rasulullah menjawab : “siapa yang ta’at kepadaku maka dia masuk surga, siapa yang maksiat kepadaku, maka sesungguhnya dia tidak mau”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan dalam hadits Jabir bin Abdillah yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari disebutkan,

“Siapa yang mentaati Muhammad shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, maka dia telah mentaati Allah dan siapa yang maksiat kepada Muhammad shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam maka sesungguhnya dia telah maksiat kepada Allah”.

  1. وَتَصْدِيْقُهُ فِيْمَا أَخْبَرَ (Membenarkan semua perkara yang beliau kabarkan).

Sebab sesungguhnya apa yang beliau bawa semuanya adalah kebenaran, karena merupakan wahyu dari Allah Azza wa Jalla. Sebagaimana dalam Al-Qur’an surah An-Najm ayat 3-4,

وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلۡهَوَىٰٓ ٣  إِنۡ هُوَ إِلَّا وَحۡيٞ يُوحَىٰ ٤

Dan dia tidak berbicara dari hawa nafsunya, kecuali itu adalah wahyu yang diwahyukan kepadanya”.

Juga firman Allah dalam surah Az-Zumar ayat 33,

وَٱلَّذِي جَآءَ بِٱلصِّدۡقِ وَصَدَّقَ بِهِۦٓ أُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ ٣٣

Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.

Dan para Ulama telah bersepakat bahwa para rasul seluruhnya ma’shum terjaga dari dosa-dosa besar, dan termasuk di dalamnya berkata dusta. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata dalam A-Aqidah Al-Wasithiah, “Kemudian rasul-rasul yang benar dan dibenarkan”.

  1. وَاجْتِنَابُ مَانَهَي عَنْهُ وَزَجَرَ (Menjauhi semua beliau larang dan beliau peringatkan).

Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala dalam surah Al-Hasyr ayat 7,

.. وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٧

Dan apa yang Rasululah datangkan kepada kalian maka ambillah dan apa yang dilarang kepada kalian darinya maka jauhilah dan bertaqwalah kepada Allah karena sesungguhnya Allah sangat keras siksa-Nya”.

Juga sabda Rasulullah -shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam- sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah riwayat Al-Bukhari dan Muslim, “Dan jika saya melarang dari kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan jika saya perintahkan kalian dan sesuatu maka datangkanlah sesuai kemampuan kalian”.

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam juga bersabda dalam hadits Abu Musa Al-Asy’ary yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim, “Sesungguhnya perumpamaan aku dan perumpumaan apa yang Allah mengutus aku dengannya seperti seseorang yang mendatangi suatu kaum, kemudian berkata : ”wahai kaumku sesungguhnya saya melihat pasukan dengan kedua mataku dan sesungguhnya saya adalah an-nadzir al-’uryan maka sekelompok dari kaumnya menta’atinya maka mereka bergegas berjalan dimalam hari dengan kehati-hatian maka mereka selamat dan sekelompok dari mereka mendustakannya, maka mereka tetap ditempatnya, maka pasukan itu menyerangnya diwaktu subuh, menghancurkannya dan membinasakannya, yang demikian itu perumpamaan orang yang menta’atiku dan mengikuti apa yang aku datangkan dengannya, dan perumpamaan orang yang maksiat kepadaku dan mendustakan apa yang aku datangkan dengannya dari kebenaran”.

An-nadzir al-’uryan adalah perumpamaan yang dipakai oleh orang-orang Arab untuk menunjukkan benarnya yang ia sampaikan.

  1. وَأَنْ لَا يُعْبَدَ اللهُ إِلَّا بِمَا شَرَعَ (Tidak menyembah Allah Azza wa Jalla kecuali dengan apa yang beliau syari’atkan).

أَنَّ اللهَ خَلَقَنَا وَرَزَقَنَا وَلَمْ يَتْرُكْنَا هَمَلًا بَلْ أَرْسَلَ إِلَيْنَا رَسُوْلًا

Allah Ta’ala telah menciptakan kita dan memberikan rezeki kepada kita, lalu Dia tidak membiarkan kita tercipta begitu saja. Akan tetapi Allah mengutus seorang rasul kepada kita untuk menerangkan bagaimana setiap hamba menyembah Pencipta-Nya. Karenanya Allah tidak boleh disembah dengan bid’ah, tidak pula dengan hawa nafsu, adat istiadat, kebiasaan, mimpi-mimpi, perasaan atau anggapan-anggapan yang ia pandang baik. Karena sesungguhnya asal dari ibadah itu adalah syari’at, sehingga akan dikatakan ibadah tatkala sesuatu itu disyari’atkan. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam surah Al-Kahfi ayat 110,

..فَمَن كَانَ يَرۡجُواْ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلٗا صَٰلِحٗا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدَۢا ١١٠

Maka  siapa yang berharap untuk bertemu dengan Tuhannya maka hendaklah ia beramal yang shaleh”.

Para ulama menafsirkan bahwa amal yang shaleh di sini adalah amalan yang sesuai dengan syari’at Allah.

Disusun oleh: Anas Abdillah, S.Ud

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *