Oleh :Ust. Abu Salman Yusuf
Assalamu alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh,
الْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ والسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى ألِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهُ, أمّا بَعْدُ:
Saat ini, kita tengah hidup dalam realitas krisis akhlak yang sangat memprihatinkan, fenomena menyedihkan yang tidak seharusnya disikapi dengan masa bodoh.Oleh karena itu, kita dituntut untuk mengerahkan segala upaya demi mengembalikan umat kepada fitrah akhlak Nabi ﷺ.
Tentunya, sebagai orang-orang yang mengaku mencintai Rosululloh ﷺ, kita pun berharap dapat mengikuti jejak beliau dalam mengamalkan akhlak Islami.Hanya saja, banyak dari kita yang masih belum memahami makna akhlak.Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini, kita akan sedikit mempelajari tentang makna akhlak.Semoga kita dapat mengambil pelajaran darinya.
Akhlak, merupakan bentuk jamak dari al-khuluq yang digunakan untuk mengistilahkan sebuah karakter dan tabiat dasar penciptaan manusia.
Sedangkan secara istilah, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang selalu mewarnai setiap tindakan dan perbuatannya, tanpa pertimbangan lama ataupun keinginan.Dalam beberapa kasus, akhlak ini sangat meresap sehingga menjadi bagian dari watak dan karakter seseorang.Namun, dalam kasus yang lain, akhlak ini merupakan perpaduan dari hasil proses latihan dan kemauan keras seseorang.
Misalnya, sifat dermawan.Bisa jadi sifat ini telah tertanam dalam diri seorang muslim tanpa usaha membiasakan atau memaksanakan diri untuk bersikap dermawan.Namun, bagi sebagian muslim lainnya, sifat dermawan ini bisa jadi muncul setelah adanya upaya latihan, pemahaman dan adanya kemauan keras dari sang pelaku.Sehingga, pada akhirnya ia pun meraih akhlak dermawan.
Hal seperti ini juga berlaku bagi akhlak yang lain seperti berani, penyayang, selalu menjaga kesucian, adil dan akhlak lainnya.
Lantas, jika dikaitkan dengan Islam, maka apa itu akhlak Islami?.
Akhlak Islami adalah perilaku yang dilakukan untuk meraih kehidupan terbaik dan metode utama untuk berinteraksi dengan orang lain.Dengan akhlak Islami, perilaku manusia didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan.Perilaku ini ditujukan untuk kehidupan yang lebih baik.
Sebagian ulama berpendapat bahwa akhlak dalam perspektif Islam adalah sekumpulan asas dan dasar yang diajarkan oleh wahyu Ilahi untuk menata perilaku manusia.Hal ini dalam rangka mengatur kehidupan seseorang serta mengatur interaksinya dengan orang lain.Tujuan akhir dari semua itu adalah untuk merealisasikan tujuan diutusnya manusia di atas muka bumi ini.
Tatanan akhlak dalam perspektif Islam bercirikan dua hal.Yaitu,
Pertama, karakter robbani.Hal ini menjadi dasar yang paling kuat, karena setiap detik kehidupan manusia harus berdasarkan atas hasratnya untuk berkhidmah kepada Alloh ﷻ melalui interaksinya dengan makhluk yang lain.Karena itu, wahyu dirilis sejalan dengan bentuk tatanan akhlak ini.
Kedua, karakter manusiawi, jika dilihat dari sisi akhlak yang merupakan aturan umum dari dasar-dasar budi pekerti umum lainnya.Manusia memiliki peranan dalam menentukan kewajiban tertentu yang khusus dibebankan kepadanya.Selain itu, ia memiliki peranan dalam mengenal perilaku manusia yang lain.Atas dasar inilah akhlak dipandang sebagai jiwa agama Islam. Rosululloh ﷺ bersabda dalam hadits riwayat Muslim, bahwa: Kebajikan adalah akhlak mulia.
Berkaitan dengan akhlak mulia, sebagian ulama menyebutkan beberapa ciri akhlak mulia, di antaranya adalah merasa malu untuk melakukan keburukan, tidak senang menyakiti, berkelakuan baik, berkata jujur, tidak banyak bicara, sedikit melakukan kesalahan yang berulang, tidak banyak ikut campur urusan orang lain, senang, sabar, suka bersyukur, ridho terhadap realita kehidupan yang pahit maupun manis, bijaksana dan lemah lembut, pandapat menjaga kesucian dan harga diri, mencintai dan membenci orang lain karena Alloh, serta ridho dan marah karena Alloh.
Islam membawa misi dakwah yang menjunjung akhlak mulia dan berbasis akhlak yang luhur.Jadi, sisi moral benar-benar berada di barisan terdepan dalam agama.Bahkan, bukan hanya itu, akhlak mulia adalah Islam itu sendiri.Pernyataan ini pernah dicetuskan oleh Nabi Muhammad ﷺ, ketika beliau bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahmad,
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ اْلأَخْلاَقِ
Sungguh, aku diutus untuk menyempurnakan budi pekerti yang luhur.
Budi luhur ini pula yang telah menyatukan amal dan perkataan teladan kita, yaitu Nabi Muhammad ﷺ.
Inilah alasan mengapa ketika Nawwas bin Saman bertanya kepada Nabi ﷺ tentang kebajikan dan dosa, beliau menjawab, dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Ahmad,
الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي صَدْرِكَ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
Kebajikan adalah akhlak mulia, sedangkan dosa adalah apa yang amat berbekas serta meresap dalam hatimu, namun kamu tidak menyukai hal itu diketahui oleh orang lain.
Banyak orang mengira, bahwa akhlak hanyalah mencakup sikap seseorang terhadap sesama manusia, tidak lebih dari itu.Sehingga, tidak jarang orang yang beranggapan demikian, menganggap sepele permasalahan akhlak dan enggan mempelajarinya.
Untuk mendapatkan jawaban yang benar dari sikap sebagian orang tersebut, mari sejenak kita renungkan firman Alloh ﷻ dalam surat al-Baqoroh ayat 177,
۞لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ وَٱلۡكِتَٰبِ وَٱلنَّبِيِّۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِي ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآئِلِينَ وَفِي ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَٰهَدُواْۖ وَٱلصَّٰبِرِينَ فِي ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِۗ أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْۖ وَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ
- Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.
Dalam ayat ini pendengar, Alloh ﷻ memberitahu kita bahwa kebajikan itu mencakup segala keyakinan dan ibadah yang disebutkan dalam ayat tersebut.
Jika memadukan ayat ini dengan sabda Rosululloh ﷺ yang berbunyi,
الْبِرُّ حُسْنُ الْخُلُقِ
Kebajikan adalah akhlak mulia, kita akan benar-benar meyakini bahwa cakupan esensi kebajikan lebih luas daripada bersitan yang pernah terbetik di dalam hati kita selama ini.
Intinya, akhlak mulia mencakup berakhlak mulia terhadap Alloh sang pencipta, berakhlak mulia terhadap Rosululloh ﷺ, berakhlak mulia terhadap Kitab suci, berakhlak mulia terhadap para malaikat, dan berakhlak mulia terhadap seluruh manusia.Jadi, akhlak mulia merupakan kata yang menyatukan semua elemen tersebut.
Akhlak mulia terhadap sang pencipta, yaitu terhadap Alloh ﷻ, dapat terealisasi dengan penghambaan hanya kepada-Nya, tidak menyekutukan-Nya dengan hal apa pun dan siapa pun.Hal itu dapat dilakukan dengan menjalankan perintah yang telah digariskan sebagai kewajiban, dan berusaha semaksimal mungkin menghindari segala larangan.
Bentuk sederhana atas aplikasi ketaatan kepada Allah adalah dengan mengucapkan, samina wa athona, yakni kami mendengar dan akan kami taati.
Akhlak mulia terhadap Rosululloh ﷺ adalah dengan mencintai dan mengikuti jejak kehidupan beliau serta melaksanakan perintah beliau.Selain itu, tidak menetapkan suatu hukum sebelum datang ketetapan dari Alloh dan Rosul-Nya serta tidak bersuara melebihi suara Nabi ﷺ.
Akhlak mulia terhadap kitab suci-Nya adalah dengan membaca dan mentadabburi ayat-ayat-Nya.Selain itu, mengaplikasikan ayat dalam kehidupan serta menjadikan al-Quran sebagai penentu segala perkara, baik besar maupun kecil.
Akhlak mulia terhadap para malaikat adalah dengan meyakini bahwa setiap hamba selalu didampingi malaikat yang tidak akan pernah meninggalkannya dan selalu siap mencatat setiap amal dan perkataannya.
Apabila seorang muslim meresapi keyakinan ini dengan baik, seorang hamba akan merasa malu untuk bersentuhan dengan dosa.Hal ini karena ia merasa tidak pernah terlepas dari pengawasan sang malaikat.Bahkan, lebih jauh dari itu, sang hamba akan berusaha keras untuk melakukan kebajikan yang dapat mendekatkan dirinya kepada Alloh ﷻ.
Akhlak mulia terhadap manusia adalah dengan menunjukkan wajah berseri, penuh toleransi, lemah lembut, dan santun ketika menemui mereka.Selain itu, mau mendakwahi orang baik maupun tidak baik, tanpa bermaksud untuk mencari muka di hadapan manusia.
Hal ini sebagaimana yang Alloh ﷻ firmankan kepada Musa dan Harun, dalam al-Quran surat Thoha ayat 44,
فَقُولَا لَهُۥ قَوۡلٗا لَّيِّنٗا لَّعَلَّهُۥ يَتَذَكَّرُ أَوۡ يَخۡشَىٰ
- maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”.
Kita tidaklah lebih mulia daripada Nabi Musa dan Harun, selain itu, orang yang kita dakwahi tidaklah lebih hina daripada Firaun, maka, kita lebih layak lagi mendakwahi saudara kita sesama muslim, dengan akhlak yang baik.
Dari penjelasan ini, maka dapat kita pahami bahwa, akhlak mulia memiliki cakupan yang sangat luas, lebih luas dari apa yang kita pernah bayangkan sebelumnya.Juga, kita memahami bahwa betapa pentingnya memahami akhlak dengan benar, baik untuk kehidupan beragama, bersosial dan dalam aktivitas dakwah kita.Kita memohon kepada Alloh ﷻ, semoga Dia memberikan kemudahan kepada kita dalam mempelajari, memahami dan mengamalkan akhlak Islami dalam kehidupan sehari-hari.Amin.Wallohu alam.
Wassalamu alaikum warohmatullohi wabarokatuh.